Rabu, 21 Desember 2011

KEBEBASAN BERPENDAPAT BAGI KALANGAN INTELEKTUAL MUDA (MAHASISWA)

Setiap manusia pada dasarnya mempunyai hak sejak berada dalam kandungan. Hak itulah yang disebut sebagai hak asasi manusia. Hak untuk berpendapat termasuk salah satu hak kita sebagai  warganegara. Kebebasan berpendat merupakan hal yang dianggap penting, karena dengan adanya kebebasan berpendapat dapat membantu kita untuk berekspresi. Tetapi dalam kebebasan berpendapat harus ada batas-batas serta etika agar tidak terjadi konflik yang ditimbulkan akibat adanya pendapat yang terlalu bebas dan merugikan orang lain.
Saat ini kebebasan berpendapat masih menuai kontroversi, terbukti dengan beberapa kasus pidana yang muncul akibat penulisan e-mail dan surat pembaca di internet atau media massa yang dianggap terlalu bebas dalam menyampaikan pendapat.
Kebebasan berpendapat tidak hanya berlaku bagi orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan para pejabat-pejabat tinggi negara atau elite pemerintahan, tetapi mahasiswa juga mempunyai hak untuk berpendapat, sebab mahasiswa  merupakan agen perubahan. Karena pendapat-pendapat serta keberanian mahasiswa dalam menyalurkan aspirasinya yaitu dalam bentuk demonstrasi. Realisasinya yaitu pada peristiwa 12 Mei 1998. Mahasiswa berhasil menumbangkan rezim otoriter Soeharto. Meskipun banyak korban yang berjatuhan. Karena perjuangan dari gerakan mahasiswa tersebut maka sekarang ini kita dapat merasakan adanya kebebasan dalam menyalurkan aspirasi kita baik dengan lisan maupun tulisan.
Kebebasan berpendapat merupakan sebuah kebebasan dalam menyampaikan pendapat dalam bentuk lisan maupun tulisan atau aspirasi kita sebagai warga negara tetapi dengan batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan disini berarti kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan berpendapat tidak serta merta bebas dalam menyampaikan pendapat, ide, gagasan tanpa ada aturan.
Kebebasan berpendapat adalah hal yang perlu kita perjuangkan terus. Perlu bukan hanya karena secara moral baik tetapi juga memiliki konsekuensi praktis penting dalam kehidupan publik terutama dalam menyelesaikan masalah publik.
Kebebasan dalam menyampaikan pendapat sudah dijamin dalam UUD 1945 pasal 28. Di dalam Declaration of Human Rights (DHR), pasal 19, dinyatakan bahwa setiap orang berhak kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apa pun juga dan tidak memandang batas-batas.
Saat ini banyak sekali aktivis-aktivis kampus yang sering turun ke jalan untuk menyuarakan pendapatnya melalui demonstrasi. Tetapi kadang demonstrasi mereka mengarah ke tindakan anarkis. Akibatnya sering terjadi baku hantam antara aparat dengan para aktivis mahasiswa ini. Mungkin karena hal inilah para demonstran mendapat stigma negatif dari masyarakat, padahal sebenarnya mereka ingin memperjuangkan hak rakyat, tetapi tindak anarki itulah yang justru membuat masyarakat kurang simpati.
Selain itu, sekarang ini banyak bermunculan pers mahasiswa. Disini mahasiswa memulainya dengan menyalurkan aspirasi mereka melalui media cetak, mereka bebas menyampaikan apa yang dirasa kurang pas, seperti kritikan-kritikan terhadap birokrasi universitas, bahkan kritik terhadap dosen pun juga dapat mereka sampaikan melalui media jurnalistik di kampus tersebut. Umumnya pers mahasiswa merupakan saluran informasi dan opiniyang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan analisis mahasiswa mengenai kehidupan berkampus, bermasyarakat dan bernegara. Kemampuan tersebut memang dibutuhkan sejalan dengan proses pembelajaran yang ditempuh oleh setiap mahasiswa.
Pers mahasiswa berfungsi sebagai saluran ekspresi yang mewadahi kebebasan berpendapat atau pun juga dikenal sebagai kebebasan akademik yang menjadi karakter komunitas perguruan tinggi. Ciri penting dari kebebasan ini terletak pada kebertanggungjawabannya pada civitas akademika serta masyarakat secara keseluruhan. Dalam penerapannya, kebebasan akademik senantiasa dipagari oleh sejumlah rambu etika dan moral yang memandunya agar tidak keluar dari rel yang seharusnya. Pers mahasiswa berfunsi sebagai saluran ekspresi yang mewadahi kebebasan. Memang mengenai hal ini senantiasa berkembang diskusi yang menarik tentang seberapa bebas dan seberapa bertanggungjawab praktek kebebasan itu dalam pelaksanaanya

Masyarakat Visual???


Ngerasa gak sich kalo kita-kita ini termasuk masyarakat visual?
Kenapa bisa dibilang masyarakat visual? Karena budaya membaca di Indonesia itu semakin menipis.
Masyarakat visual, yaitu masyarakat yang terbiasa dengan segala hal yang divisualisasikan. Contohnya, menonton film yang merupakan wujud visualisasi dari suatu naskah cerita. Konkritnya, kita lebih sering menonton film yang pada dasarnya merupakan adaptasi dari novel daripada untuk membaca novelnya sendiri. Pasti kita lebih memilih menonton filmnya. Mengapa??  Seperti yang telah disampaikan tadi budaya membaca kita itu sangat kurang, sehingga kita jadi malas untuk membaca. Segala sesuatu yang instan dirasa lebih baik, daripada harus membaca. Memang kalo dari segi waktu, membaca membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, dibandingkan dengan menonton. Tetapi sebenarnya membaca sangat penting untuk perkembangan otak. Daripada hanya menikmati, dalam bentuk visualisasi.
Menonton itu boleh-boleh saja asal seimbang antara waktu menonton dengan membaca, apalagi sekarang ini pada kenyataannya durasi menonton televisi itu lebih banyak sehingga budaya membaca benar-benar sudah berkurang. Oleh karena itu budaya membaca harus dikembangkan agar kita tidak lagi disebut sebagai masyarakat visual, dan menjadi anak-anak bangsa yang cerdas.

Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (the protestant of capitalism)


Sering denger kan istilah the protestant of capitalism??
Ini merupakan salah satu pemikiran/teori dari tokoh sosiologi terkenal “Max Weber”
Pengen tau lebih jelas??? Dibaca sendiri yaa..^_^


Esai Weber Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus) adalah karyanya yang paling terkenal. Dikatakan bahwa tulisannya ini tidak boleh dipandang sebagai sebuah penelitian mendetail terhadap Protestanisme, melainkan lebih sebagai perkenalan terhadap karya-karya Weber selanjutnya, terutama penelitiannya tentang interaksi antara berbagai gagasan agama dan perilaku ekonomi.
Dalam Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber mengajukan tesis bahwa etika dan pemikiran protestan mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Bakti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk pengejaran ekonomi. Mengapa hal ini tidak terjadi dalam Protestanisme? Weber menjelaskan paradoks tersebut dalam esainya.
Ia mendefinisikan "semangat kapitalisme" sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individual, tetapi bahwa individu-individu seperti itu, mereka tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru. Di antara kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasikan oleh Weber adalah keserakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana.
Setelah mendefinisikan semangat kapitalisme, Weber berpendapat bahwa ada banyak alasan untuk mencari asal-usulnya di dalam gagasan-gagasan keagamaan dari reformasi. Weber menunjukkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberikan arti rohani dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan saran yang didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan-diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi.
Weber menyatakan dia menghentikan riset tentang Protestanisme karena koleganya Emst Troeltsch, seorang teolog profesional, telah memulai penulisan buku  The Social Teachings of the Christian Churches and Sects. Alasan lainnya adalah esai tersebut telah menyediakan perspektif untuk perbandingan yang luas bagi agama dan masyarakat, yang dilanjutkannya kelak dalam karya-karyanya berikutnya.

Sumber :
Giddens, Anthony. 1986.Kapitalisme dan Teori Sosial Modern.Jakarta: UI Press.
Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1. Jakarta: PT Gramedia
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana


Minggu, 11 Desember 2011

SIKLUS HIDUP INDIVIDU


Siklus hidup individu merupakan fase-fase hidup individu manusia mulai dari konsepsi lahir-migrasi-mati. Pada setiap fase menjadi peristiwa hidup (perubahan dan perkembangan) individu.
  1. Janin dan kelahiran
Fase janin merupakan masa hidup manusia dalam rahim ibu. Masa ini diawali dengan peristiwa bertemunya antara sel sperma dengan ovum, sehingga membentiuk satu sel (embrio=zigot)
Kelahiran biasanya berkisar antara 266-280 hari (sekitar 9 bulan)
  1. Bayi (Baby), 0-5 tahun
Masa ini dikategorikan sebagai Balita (Bayi dibawah lima tahun). Masa ini dibagi menjadi 2 yaitu, masa bayi (Infancy): 0-2 th dan Early Childhood :2-6 th. Masa bayi merupakan waktu paling sensitif terhadap lingkungan fisik, maka masa bayi memerlukan perawatan paling intensif dari orang tua.
  1. Anak-anak (Middle Childhood), 6-12 tahun
Pada masa ini tubuh menjadi kuat, mereka mulai memperhatikan lawan jenisnya. Pada masa ini sosialisasi dari orang tua sangat diperlukan, karena pada masa-masa ini anak sangat mudah terpengaruh dengan lingkungannya.
  1. Remaja (Adolence), 12-20 tahun
Remaja diawali dengan masa transisi pubertas dan diiringi dengan tumbuhnya organ seks sekunder bagi laki-laki dan perempuan.
Pada masa ini sering terjadi penyimpangan seksual. Oleh karena itu,pendidikan seks sangat diperlukan agar remaja dapat terhindar dari penyimpangan seks.
  1. Dewasa (Adulthood), 20-60 tahun
Masa ini dibedakan menjadi masa Early Adulthood (20-40) dan Midddle Adulthood (40-60). Masa dewasa merupakan usia pernikahan, karena syarat minimal usia pernikahan di Indonesia bagi laki-laki adalah 20 tahun, sedangkan untuk wanita adalah 18 tahun.
  1. Keluarga
Keluarga terbentuk karena adanya ikatan pernikahan dan pertalian garis keturunan dari sejumlah individu. Berdasarkan UU Perkawinan Th 1974, keluarga merupakan ikatan hukum antara pria dan wanita yang diasarkan atas rasa saling mencintai untuk memperoleh keturunan dan meningkatkan kesejahteraan.
Berdasarkan kajian sosiologi, dikenal bentuk perkawinan :

Kamis, 01 Desember 2011

Dr. Selo Soemardjan


Ini dia salah satu tokoh Sosiologi dari Indonesia “Prof. Dr. Selo Soemardjan”

Kanjeng Pangeran Haryo Prof. Dr. Selo Soemardjan (lahir di Yogyakarta, 23 Mei 1915 – meninggal di Jakarta, 11 Juni 2003 pada umur 88 tahun) adalah seorang tokoh pendidikan dan pemerintahan Indonesia. Penerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah ini adalah pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (kini FISIP-UI) dan sampai akhir hayatnya dengan setia menjadi dosen sosiologi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).
Ia dikenal sangat disiplin dan selalu memberi teladan konkret. Ia ilmuwan yang meninggalkan banyak bekal ilmu pengetahuan. Sebetulnya ia sudah purnatugas di Universitas Indonesia (UI). Tapi, karena masih dibutuhkan, ia tetap mengajar dengan semangat tinggi. Ia memang seorang sosok berintegritas, punya komitmen sosial yang tinggi dan sulit untuk diam.
Ia orang yang tidak suka memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana. Ia tokoh yang memerintah dengan teladan. Sultan Hamengku Buwono IX berpesan kepada putranya, Sultan Hamengku Buwono X agar selalu mendengarkan dan meminta nasihat kepada Selo kalau menyangkut persoalan sosial kemasyarakatan. Ia orang yang tidak pernah berhenti berpikir dan bertindak.
Ia seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling teriak maling. Ia orang orang bersih yang dengan perangkat ilmu dan keteladanannya bisa menunjukkan bahwa praktik KKN itu merusak tatanan sosial. Ia pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat.
Selama hidupnya, Selo pernah berkarier sebagai pegawai Kesultanan/Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Staf Sipil Gubernur Militer Jakarta Raya, dan Kepala Sekretariat Staf Keamanan Kabinet Perdana Menteri, Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI Sultan Hamengku Buwono IX (1973-1978), Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan Rakyat (1978-1983) dan staf ahli Presiden HM Soeharto.
Ia dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia setelah tahun 1959 -- seusai meraih gelar doktornya di Cornell University, AS -- mengajar sosiologi di Universitas Indonesia (UI). Dialah pendiri sekaligus dekan pertama (10 tahun) Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) UI. Kemudian tanggal 17 Agustus 1994, ia menerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah dan pada tanggal 30 Agustus menerima gelar ilmuwan utama sosiologi.
Pendiri FISIP UI ini, memperoleh gelar profesor dari Fakultas Ekonomi UI dan sampai akhir hayatnya justeru mengajar di Fakultas Hukum UI.
Ia dibesarkan di lingkungan abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung Padmonegoro, adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat jasa sang kakek, Soemardjan- begitu nama aslinya-mendapat pendidikan Belanda.
Nama Selo dia peroleh setelah menjadi camat di Kabupaten Kulonprogo. Ini memang cara khusus Sultan Yogyakarta membedakan nama pejabat sesuai daerahnya masing-masing. Saat menjabat camat inilah ia merasa mengawali kariernya sebagai sosiolog. Pengalamannya sebagai camat membuat Selo menjadi peneliti yang mampu menyodorkan alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial secara jitu. Ini pula yang membedakan Selo dengan peneliti lain.
Sebagai ilmuwan, karya Selo yang sudah dipublikasikan adalah Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhir Selo berjudul Desentralisasi Pemerintahan. Terakhir ia menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002 diwujudkan dalam bentuk piagam, lencana, dan sejumlah uang.

Rabu, 21 Desember 2011

KEBEBASAN BERPENDAPAT BAGI KALANGAN INTELEKTUAL MUDA (MAHASISWA)

Setiap manusia pada dasarnya mempunyai hak sejak berada dalam kandungan. Hak itulah yang disebut sebagai hak asasi manusia. Hak untuk berpendapat termasuk salah satu hak kita sebagai  warganegara. Kebebasan berpendat merupakan hal yang dianggap penting, karena dengan adanya kebebasan berpendapat dapat membantu kita untuk berekspresi. Tetapi dalam kebebasan berpendapat harus ada batas-batas serta etika agar tidak terjadi konflik yang ditimbulkan akibat adanya pendapat yang terlalu bebas dan merugikan orang lain.
Saat ini kebebasan berpendapat masih menuai kontroversi, terbukti dengan beberapa kasus pidana yang muncul akibat penulisan e-mail dan surat pembaca di internet atau media massa yang dianggap terlalu bebas dalam menyampaikan pendapat.
Kebebasan berpendapat tidak hanya berlaku bagi orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan para pejabat-pejabat tinggi negara atau elite pemerintahan, tetapi mahasiswa juga mempunyai hak untuk berpendapat, sebab mahasiswa  merupakan agen perubahan. Karena pendapat-pendapat serta keberanian mahasiswa dalam menyalurkan aspirasinya yaitu dalam bentuk demonstrasi. Realisasinya yaitu pada peristiwa 12 Mei 1998. Mahasiswa berhasil menumbangkan rezim otoriter Soeharto. Meskipun banyak korban yang berjatuhan. Karena perjuangan dari gerakan mahasiswa tersebut maka sekarang ini kita dapat merasakan adanya kebebasan dalam menyalurkan aspirasi kita baik dengan lisan maupun tulisan.
Kebebasan berpendapat merupakan sebuah kebebasan dalam menyampaikan pendapat dalam bentuk lisan maupun tulisan atau aspirasi kita sebagai warga negara tetapi dengan batasan-batasan tertentu. Batasan-batasan disini berarti kebebasan yang bertanggung jawab. Kebebasan berpendapat tidak serta merta bebas dalam menyampaikan pendapat, ide, gagasan tanpa ada aturan.
Kebebasan berpendapat adalah hal yang perlu kita perjuangkan terus. Perlu bukan hanya karena secara moral baik tetapi juga memiliki konsekuensi praktis penting dalam kehidupan publik terutama dalam menyelesaikan masalah publik.
Kebebasan dalam menyampaikan pendapat sudah dijamin dalam UUD 1945 pasal 28. Di dalam Declaration of Human Rights (DHR), pasal 19, dinyatakan bahwa setiap orang berhak kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apa pun juga dan tidak memandang batas-batas.
Saat ini banyak sekali aktivis-aktivis kampus yang sering turun ke jalan untuk menyuarakan pendapatnya melalui demonstrasi. Tetapi kadang demonstrasi mereka mengarah ke tindakan anarkis. Akibatnya sering terjadi baku hantam antara aparat dengan para aktivis mahasiswa ini. Mungkin karena hal inilah para demonstran mendapat stigma negatif dari masyarakat, padahal sebenarnya mereka ingin memperjuangkan hak rakyat, tetapi tindak anarki itulah yang justru membuat masyarakat kurang simpati.
Selain itu, sekarang ini banyak bermunculan pers mahasiswa. Disini mahasiswa memulainya dengan menyalurkan aspirasi mereka melalui media cetak, mereka bebas menyampaikan apa yang dirasa kurang pas, seperti kritikan-kritikan terhadap birokrasi universitas, bahkan kritik terhadap dosen pun juga dapat mereka sampaikan melalui media jurnalistik di kampus tersebut. Umumnya pers mahasiswa merupakan saluran informasi dan opiniyang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan analisis mahasiswa mengenai kehidupan berkampus, bermasyarakat dan bernegara. Kemampuan tersebut memang dibutuhkan sejalan dengan proses pembelajaran yang ditempuh oleh setiap mahasiswa.
Pers mahasiswa berfungsi sebagai saluran ekspresi yang mewadahi kebebasan berpendapat atau pun juga dikenal sebagai kebebasan akademik yang menjadi karakter komunitas perguruan tinggi. Ciri penting dari kebebasan ini terletak pada kebertanggungjawabannya pada civitas akademika serta masyarakat secara keseluruhan. Dalam penerapannya, kebebasan akademik senantiasa dipagari oleh sejumlah rambu etika dan moral yang memandunya agar tidak keluar dari rel yang seharusnya. Pers mahasiswa berfunsi sebagai saluran ekspresi yang mewadahi kebebasan. Memang mengenai hal ini senantiasa berkembang diskusi yang menarik tentang seberapa bebas dan seberapa bertanggungjawab praktek kebebasan itu dalam pelaksanaanya

Masyarakat Visual???


Ngerasa gak sich kalo kita-kita ini termasuk masyarakat visual?
Kenapa bisa dibilang masyarakat visual? Karena budaya membaca di Indonesia itu semakin menipis.
Masyarakat visual, yaitu masyarakat yang terbiasa dengan segala hal yang divisualisasikan. Contohnya, menonton film yang merupakan wujud visualisasi dari suatu naskah cerita. Konkritnya, kita lebih sering menonton film yang pada dasarnya merupakan adaptasi dari novel daripada untuk membaca novelnya sendiri. Pasti kita lebih memilih menonton filmnya. Mengapa??  Seperti yang telah disampaikan tadi budaya membaca kita itu sangat kurang, sehingga kita jadi malas untuk membaca. Segala sesuatu yang instan dirasa lebih baik, daripada harus membaca. Memang kalo dari segi waktu, membaca membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, dibandingkan dengan menonton. Tetapi sebenarnya membaca sangat penting untuk perkembangan otak. Daripada hanya menikmati, dalam bentuk visualisasi.
Menonton itu boleh-boleh saja asal seimbang antara waktu menonton dengan membaca, apalagi sekarang ini pada kenyataannya durasi menonton televisi itu lebih banyak sehingga budaya membaca benar-benar sudah berkurang. Oleh karena itu budaya membaca harus dikembangkan agar kita tidak lagi disebut sebagai masyarakat visual, dan menjadi anak-anak bangsa yang cerdas.

Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (the protestant of capitalism)


Sering denger kan istilah the protestant of capitalism??
Ini merupakan salah satu pemikiran/teori dari tokoh sosiologi terkenal “Max Weber”
Pengen tau lebih jelas??? Dibaca sendiri yaa..^_^


Esai Weber Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (Die protestantische Ethik und der Geist des Kapitalismus) adalah karyanya yang paling terkenal. Dikatakan bahwa tulisannya ini tidak boleh dipandang sebagai sebuah penelitian mendetail terhadap Protestanisme, melainkan lebih sebagai perkenalan terhadap karya-karya Weber selanjutnya, terutama penelitiannya tentang interaksi antara berbagai gagasan agama dan perilaku ekonomi.
Dalam Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber mengajukan tesis bahwa etika dan pemikiran protestan mempengaruhi perkembangan kapitalisme. Bakti keagamaan biasanya disertai dengan penolakan terhadap urusan duniawi, termasuk pengejaran ekonomi. Mengapa hal ini tidak terjadi dalam Protestanisme? Weber menjelaskan paradoks tersebut dalam esainya.
Ia mendefinisikan "semangat kapitalisme" sebagai gagasan dan kebiasaan yang mendukung pengejaran yang rasional terhadap keuntungan ekonomi. Weber menunjukkan bahwa semangat seperti itu tidak terbatas pada budaya barat, apabila dipertimbangkan sebagai sikap individual, tetapi bahwa individu-individu seperti itu, mereka tidak dapat dengan sendirinya membangun sebuah tatanan ekonomi yang baru. Di antara kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasikan oleh Weber adalah keserakahan akan keuntungan dengan upaya yang minimum, gagasan bahwa kerja adalah beban yang harus dihindari, khususnya apabila hal itu melampaui apa yang secukupnya dibutuhkan untuk hidup yang sederhana.
Setelah mendefinisikan semangat kapitalisme, Weber berpendapat bahwa ada banyak alasan untuk mencari asal-usulnya di dalam gagasan-gagasan keagamaan dari reformasi. Weber menunjukkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran rasional akan keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi yang telah diberikan arti rohani dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari ide-ide keagamaan, melainkan lebih merupakan sebuah produk sampingan – logika turunan dari doktrin-doktrin tersebut dan saran yang didasarkan pada pemikiran mereka yang secara langsung dan tidak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan-diri dalam pengejaran keuntungan ekonomi.
Weber menyatakan dia menghentikan riset tentang Protestanisme karena koleganya Emst Troeltsch, seorang teolog profesional, telah memulai penulisan buku  The Social Teachings of the Christian Churches and Sects. Alasan lainnya adalah esai tersebut telah menyediakan perspektif untuk perbandingan yang luas bagi agama dan masyarakat, yang dilanjutkannya kelak dalam karya-karyanya berikutnya.

Sumber :
Giddens, Anthony. 1986.Kapitalisme dan Teori Sosial Modern.Jakarta: UI Press.
Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 1. Jakarta: PT Gramedia
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana


Minggu, 11 Desember 2011

SIKLUS HIDUP INDIVIDU


Siklus hidup individu merupakan fase-fase hidup individu manusia mulai dari konsepsi lahir-migrasi-mati. Pada setiap fase menjadi peristiwa hidup (perubahan dan perkembangan) individu.
  1. Janin dan kelahiran
Fase janin merupakan masa hidup manusia dalam rahim ibu. Masa ini diawali dengan peristiwa bertemunya antara sel sperma dengan ovum, sehingga membentiuk satu sel (embrio=zigot)
Kelahiran biasanya berkisar antara 266-280 hari (sekitar 9 bulan)
  1. Bayi (Baby), 0-5 tahun
Masa ini dikategorikan sebagai Balita (Bayi dibawah lima tahun). Masa ini dibagi menjadi 2 yaitu, masa bayi (Infancy): 0-2 th dan Early Childhood :2-6 th. Masa bayi merupakan waktu paling sensitif terhadap lingkungan fisik, maka masa bayi memerlukan perawatan paling intensif dari orang tua.
  1. Anak-anak (Middle Childhood), 6-12 tahun
Pada masa ini tubuh menjadi kuat, mereka mulai memperhatikan lawan jenisnya. Pada masa ini sosialisasi dari orang tua sangat diperlukan, karena pada masa-masa ini anak sangat mudah terpengaruh dengan lingkungannya.
  1. Remaja (Adolence), 12-20 tahun
Remaja diawali dengan masa transisi pubertas dan diiringi dengan tumbuhnya organ seks sekunder bagi laki-laki dan perempuan.
Pada masa ini sering terjadi penyimpangan seksual. Oleh karena itu,pendidikan seks sangat diperlukan agar remaja dapat terhindar dari penyimpangan seks.
  1. Dewasa (Adulthood), 20-60 tahun
Masa ini dibedakan menjadi masa Early Adulthood (20-40) dan Midddle Adulthood (40-60). Masa dewasa merupakan usia pernikahan, karena syarat minimal usia pernikahan di Indonesia bagi laki-laki adalah 20 tahun, sedangkan untuk wanita adalah 18 tahun.
  1. Keluarga
Keluarga terbentuk karena adanya ikatan pernikahan dan pertalian garis keturunan dari sejumlah individu. Berdasarkan UU Perkawinan Th 1974, keluarga merupakan ikatan hukum antara pria dan wanita yang diasarkan atas rasa saling mencintai untuk memperoleh keturunan dan meningkatkan kesejahteraan.
Berdasarkan kajian sosiologi, dikenal bentuk perkawinan :

Kamis, 01 Desember 2011

Dr. Selo Soemardjan


Ini dia salah satu tokoh Sosiologi dari Indonesia “Prof. Dr. Selo Soemardjan”

Kanjeng Pangeran Haryo Prof. Dr. Selo Soemardjan (lahir di Yogyakarta, 23 Mei 1915 – meninggal di Jakarta, 11 Juni 2003 pada umur 88 tahun) adalah seorang tokoh pendidikan dan pemerintahan Indonesia. Penerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah ini adalah pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (kini FISIP-UI) dan sampai akhir hayatnya dengan setia menjadi dosen sosiologi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI).
Ia dikenal sangat disiplin dan selalu memberi teladan konkret. Ia ilmuwan yang meninggalkan banyak bekal ilmu pengetahuan. Sebetulnya ia sudah purnatugas di Universitas Indonesia (UI). Tapi, karena masih dibutuhkan, ia tetap mengajar dengan semangat tinggi. Ia memang seorang sosok berintegritas, punya komitmen sosial yang tinggi dan sulit untuk diam.
Ia orang yang tidak suka memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana. Ia tokoh yang memerintah dengan teladan. Sultan Hamengku Buwono IX berpesan kepada putranya, Sultan Hamengku Buwono X agar selalu mendengarkan dan meminta nasihat kepada Selo kalau menyangkut persoalan sosial kemasyarakatan. Ia orang yang tidak pernah berhenti berpikir dan bertindak.
Ia seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling teriak maling. Ia orang orang bersih yang dengan perangkat ilmu dan keteladanannya bisa menunjukkan bahwa praktik KKN itu merusak tatanan sosial. Ia pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat.
Selama hidupnya, Selo pernah berkarier sebagai pegawai Kesultanan/Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Staf Sipil Gubernur Militer Jakarta Raya, dan Kepala Sekretariat Staf Keamanan Kabinet Perdana Menteri, Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI Sultan Hamengku Buwono IX (1973-1978), Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan Rakyat (1978-1983) dan staf ahli Presiden HM Soeharto.
Ia dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia setelah tahun 1959 -- seusai meraih gelar doktornya di Cornell University, AS -- mengajar sosiologi di Universitas Indonesia (UI). Dialah pendiri sekaligus dekan pertama (10 tahun) Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) UI. Kemudian tanggal 17 Agustus 1994, ia menerima Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah dan pada tanggal 30 Agustus menerima gelar ilmuwan utama sosiologi.
Pendiri FISIP UI ini, memperoleh gelar profesor dari Fakultas Ekonomi UI dan sampai akhir hayatnya justeru mengajar di Fakultas Hukum UI.
Ia dibesarkan di lingkungan abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung Padmonegoro, adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat jasa sang kakek, Soemardjan- begitu nama aslinya-mendapat pendidikan Belanda.
Nama Selo dia peroleh setelah menjadi camat di Kabupaten Kulonprogo. Ini memang cara khusus Sultan Yogyakarta membedakan nama pejabat sesuai daerahnya masing-masing. Saat menjabat camat inilah ia merasa mengawali kariernya sebagai sosiolog. Pengalamannya sebagai camat membuat Selo menjadi peneliti yang mampu menyodorkan alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial secara jitu. Ini pula yang membedakan Selo dengan peneliti lain.
Sebagai ilmuwan, karya Selo yang sudah dipublikasikan adalah Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhir Selo berjudul Desentralisasi Pemerintahan. Terakhir ia menerima Anugerah Hamengku Buwono (HB) IX dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada puncak peringatan Dies Natalis Ke-52 UGM tanggal 19 Januari 2002 diwujudkan dalam bentuk piagam, lencana, dan sejumlah uang.